Deteksi Dini Disleksia
Apakah anda pernah mendengar ada anak memiliki keterlambatan belajar? Khususnya dalam membaca ataupun menulis. Mungkin hal ini juga pernah dialami oleh anda sendiri. Orang tua telah mengupayakan les seintens mungkin, namun pada beberapa kasus sang guru mengatakan bahwa buah hati anda mengidap disleksia. Apa itu disleksia?
Apa itu disleksia?
Dikutip dari web resmi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Kata disleksia berakar dari kata Yunani dyslexia, yang tersusun atas awalan “dys” berarti kesukaran dan kata ”lexis” yang berarti berbahasa sehingga makna kata disleksia adalah “kesukaran dalam berbahasa”. Menurut kamus APA (American Psychological Association), disleksia adalah ketidakmampuan belajar berbasis neurologis yang diwujudkan dalam kesulitan berat dalam membaca, mengeja, dan menulis kata-kata dan kadang-kadang dalam aritmatika . penyebab disleksia yaitu adanya kelainan neorobiologis seorang penderita disleksia dalam mengambil informasi (input), memahami dan mengingat informasi (cognitive processing), merespon informasi (respon) dan cara menyampaikan informasi tersebut (output). Seluruh tahapan ini dapat terganggu pada seorang anak dengan disleksia. Dengan latar belakang tersebut dapat dipahami mengapa salah satu ciri yang mucul dari seorang anak dengan disleksia adalah kesulitan memahami dan mengikuti instruksi lisan. Secara umum disleksia dibagi menjadi 2 subtipe. Yaitu disleksia visual dan disleksia auditorial. Anak dengan tipe disleksia visual tampak memiliki kesulitan dalam membedakan visual, ingatan visual, kiri-kanan, keruntutan visual dan sulit mengenali kata secara cepat. Sedangkan anak dengan tipe disleksia auditorial memiliki kesulitan dalam membedakan suara, keruntutan auditori dan ingatan bersambung fonologis. Banyak juga ditemukan beberapa anak yang memiliki kombinasi disleksia visual dan auditorial.
Miskonsepsi tentang Disleksia
Banyak orang tua yang mengira jika anaknya disleksia, maka anak tersebut memiliki kemampuan kognitif dibawah rata-rata. Ternyata hal tersebut tidaklah benar, karena pada dasarnya anak disleksia memiliki potensi kognitif yang normal bahkan diatas rata-rata. Namun, memang terdapat gejala yang sama disleksia dengan gangguan lainnya. Beberapa gangguan tersebut yang dilaporkan diantaranya Auditory Processing Disorder, Visual Processing Disorder, ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ASD (Autism Spectrum Disorder), Masalah Berhitung, dan Gangguan Inteligensi ringan. Kondisi diatas memiliki beberapa gejala yang sama dengan disleksia namun pada dasarnya berbeda. Maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan ahli.
Deteksi Dini Disleksia
Secara umum, disleksia bisa dideteksi dari usia pra-sekolah, namun untuk penegasan diagnosis biasanya dilakukan pada saat usia sekolah. Pada usia dini, kita dapat mendeteksi dengan melihat profil perkembangan anak dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Ada suatu keterlambatan berbicara dan berbahasa
2. Ada hambatan untuk mempelajari tugas sederhana yang melibatkan keruntunan aktivitas seperti mengingat instruksi secara runtut atau meniru bentuk manik yang tersusun.
3. Memiliki masalah pada pemusatan perhatian.
4. Tidak mampu mengulangi Kembali beberapa angka secara runtut, sulit belajar sajak dan hambatan perkembangan Bahasa.
Perlu diingat bahwa ini merupakan deteksi dini pada saat berusia pra-sekolah, bukan menegakan diagnosis. Jika anak didapatkan memiliki risiko maka tugas guru dan orang tua ialah memberikan dukungan dan melakukan observasi sebaik mungkin. Diagnosis dapat dilakukan pada saat usia taman kanak-kanak yang dilakukan oleh ahlinya seperti Psikolog anak atau psikolog kependidikan. Hal ini jua harus dilakukan secara hati-hati mengingat untuk mengurangi kepanikan orang tua. Tes harus diberikan secara sederhana dan tidak diluar kemampuan anak. Perlu diingat juga bahwa masing-masing anak memiliki alur perkembangannya sendiri mungkin ada yang mengalami lompat perkembangan atau tertinggal. Tidaklah bijaksana jika kita mengatakan anak yang tertinggal sebagai disleksia karena beberapa hal yang membuatnya tertinggal (kurang stimulasi, sakit yang lama, gangguan intelegensi dll). Maka perlu pemeriksaan ahli lebih lanjut dalam mendiagnosis disleksia.
Beberapa kegiatan sederhana yang dapat dilakukan untuk mendeteksi disleksia pada anak :
1. Memberikan suara-suara binatang dan anak diminta untuk menyebutkan binatang apa.
2. Memberikan gambar-gambar yang biasa ia kenal pada anak dan diminta untuk menyebutkan nama gambar
3. Memberikan gambar warna-warna pada anak dan anak diminta untuk menyebutkan nama warna.
4. Memberikan huruf dan angka pada anak dan anak diminta untuk menyebutkannya.
5. Menyebutkan kata-kata yang biasa ia kenal seperti mama.
Biasanya anak yang memiliki potensi disleksia cenderung salah dalam menjawab pertanyaan diatas. Melakukan deteksi sedini mungkin sangat membantu anak kita dalam berbagai hal khususnya pada bidang akademis. Selain itu, penanganan yang tepat juga akan meminimalisir kejadian yang tidak mengenakan seperti bullying. Itulah tadi beberapa informasi seputar disleksia dan deteksi dini disleksia.
oleh Salsabilatuzzahra Jaha S.Psi. dari BehaviorPALS center
Daftar Pustaka
https://dictionary.apa.org/dyslexia
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/mengenal-disleksia
Widyorini, E., & Van Tiel, J. M. (2017). DISLEKSIA Deteksi Diagnosis Penanganan di Sekolah dan di Rumah. Jakarta: PRENADA.
Deteksi Disleksia Keterlambatan Belajar
Pre-school 2 Years - 4 Years / 2 Tahun - 4 Tahun (Balita) / Reading / Membaca / Education / Pendidikan / Deteksi Dini Disleksia
Comments